Menghilangkan sifat menunda bukan
merupakan hal baru pembahasan di beberapa artikel, buku, ataupun seminar. Dalam
artikel ini, saya mencoba menulis dari sisi yang lebih sempit namun dengan
pembahasan yang lebih dalam.
Apakah terdapat hubungan antara
karakter perfeksionis yang dimiliki seseorang dengan karakter penunda? Saya
belum pernah membaca sekaligus menguji hubungan antara kedua kontruk tersebut.
Dari tulisan ini, yang ingin disampaikan adalah mengenai bagaimana caranya agar
kita bisa “menghilangkan” sifat suka menunda tersebut. Sebagai manusia biasa,
saya sangat yakin bahwa tidak ada satu pun manusia yang benar-benar bisa
menghilangkan 100% sifat tersebut. Tapi, optimisme yang kuat diharapkan dapat
membuat kita meminimalisirnya secara signifikan.
Perfeksionis vs Penunda
Berdasarkan Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Perfeksionis adalah orang yang ingin segala-galanya sempurna. Dari
pengertian yang disampaikan, penilaian mengenai apakah sifat perfeksionis itu
merupakan hal yang positif dan negatif tentu saja tidak bisa dilakukan seperti
menarik garis lurus untuk mengkategorikan hitam dan putih. Terlalu banyak
wilayah abu-abu di dunia ini sehingga hal yang terpenting adalah bagaimana kita
mengendalikan sifat tersebut.
Dalam memposisikan diri kita
sebagai umat beragama, penegasan mengenai kesempurnaan hanyalah miliki sang
Pencipta merupakan suatu pernyataan yang tak terbantahkan. Apakah pernyataan
ini menjadi musibah bagi orang yang memiliki sifat perfeksionis, terkadang “Ya”
dan terkadang “Tidak”.
Walaupun karakter manusia adalah
tidak mudah puas, namun pada orang yang memiliki sifat perfeksionis, potensi ketidakpuasan
atas apa yang telah dikerjakan dan dihasilkannya jauh lebih besar dibandingkan
dengan orang lain. Hal positif dari sifat ini adalah bahwa dengan sifat
perfeksionis, seseorang berusaha melakukan sesuatu dengan sempurna sehingga
potensi kesalahan akan semakin mengecil. Output yang baik tentu saja akan berkontribusi
positif terhadap si pemilik sifat perfeksionis tersebut.
Selain dari hal positif, yang
menjadi hal negatif dari sifat ini adalah:
- Dalam melakukan sesuatu, keterbatasan waktu merupakan aspek lain yang harus dipertimbangkan. Tuntutan untuk melakukan sesuatu secara lebih baik tentunya tidak akan pernah usai. Oleh karena itu, “terkadang” si perfeksionis jadi blunder atas keinginannya.
- Standar yang tinggi atas hasil output yang ditetapkan membuat “si perfeksionis” akan memberikan standar yang tinggi juga kepada orang lain. Dalam kondisi suatu organisasi, leadership seperti ini akan menjadi baik jika bawahan “si perfeksionis” mampu menghadapi tekanan yang diberikan dan mengubahnya menjadi sesuatu yang positif. Namun jika hal sebaliknya terjadi, si bawahan tentunya akan jadi depresi dan malah akan menurunkan performa kedepannya.
Dari hal positif dan negatif
tersebut, saya tetap berkesimpulan bahwa sifat perfeksionis merupakan hal yang
baik, namun disertai dengan beberapa catatan kondisi.
Menyambung dengan judul artikel ini, apakah yang menjadi korelasi antara menghilangkan sifat menunda dengan sifat perfeksionis? Secara pribadi, saya sangat tertarik dengan salah satu tagline dari brand olahraga “NIKE” yaitu “Just Do it”.
Dengan tagline tersebut, kita dituntut untuk melakukan apapun yang ingin kita lakukan dan tidak memprioritaskan hasil sebagai target utama. Seringkali kita terperangkap dengan pemilihan waktu terbaik untuk melakukan sesuatu dan bahkan yang menjadi permasalahan adalah ketika kita akhirnya malah tidak melakukan sedikitpun atas apa yang kita rencanakan sebelumnya.
“Sometimes, Later becomes Never”.
Bagi orang yang memiliki karakter penunda, tagline nike di atas menjadi salah satu hal terbaik yang bisa digunakan. Agar kita bisa menghilangkan sifat menunda, kita harus mulai apapun yang harusnya kita lakukan. Pada tahapan ini, kita bisa mengabaikan terlebih dahulu “hasil yang bakal dicapai” dan “seberapa baik cara kita melakukan itu”. Dengan demikian, kita lebih tidak terbebani untuk mulai melakukan sesuatu. Secara ekstrem, jika memulai sesuatu itu masih terasa sulit, maka kita bisa membatasi waktu dalam melaksanakannya. Misalnya, dalam menulis skripsi, seringkali kita tidak konsisten dalam menuliskannya setiap hari. Salah satu langkah sederhana yang bisa kita lakukan adalah menargetkan bahwa akan konsisten untuk menuliskannya setiap hari walaupun hanya “5 menit” per hari. Ya, bahkan hanya “5 menit” per hari. Dengan target itu, kita lebih tidak terbebani untuk membuka laptop kita setiap hari dan mulai menulis skripsi tersebut.
“Cara terbaik memulai sesuatu adalah dengan memulainya”
Apakah seseorang bisa memiliki
sifat pefeksionis dan penunda secara bersamaan? Ya, itu bisa saja terjadi.
Ketika ini terjadi, maka akumulasi dari kedua sifat tersebut bisa saja menjadi
lebih buruk. Hal ini dikarenakan, si penunda akan memasang target yang tinggi
terhadap hasil yang ingin dicapainya. Tentu saja target yang tinggi tersebut
akan memberatkan si penunda untuk mulai melakukan sesuatu sehingga penundaan
yang dilakukan bisa semakin parah. Selain itu, sifat perfeksionis seseorang
akan menyebabkan si perfeksionis tersebut akan menunggu waktu yang benar-benar
sempurna untuk melakukan sesuatu. Bisa diperkirakan, sifat perfeksionis dan
penunda akan menyebabkan seseorang semakin menunda aktivitas yang ingin
dilakukannya.
“Just Do It”. Ya, apapun sifat yang kita miliki, sebaiknya kita
mulai saja apa yang ingin kita lakukan. Sekali lagi ditegaskan, abaikan dulu seberapa
baik output yang dihasilkan.
Agar seseorang bisa berkontribusi
dengan maksimal, maka 2 tahapan yang harus dilakukan adalah:
- Menghilangkan sifat menunda. Hal pertama yang harus dilakukan adalah memastikan bahwa kita adalah tipe “Eksekutor” yang baik. Dengan meminimalisir sifat menunda, potensi menjadi Eksekutor yang baik akan semakin tinggi. Sifat eksekusi merupakan sifat yang sangat penting agar rencana hebat yang kita buat bisa terealisasi.
- Mengelola dan membangun sifat perfeksionis. Setelah kita meningkatkan sifat eksekusi kita, maka hal yang perlu dilakukan adalah mengelola sifat perfeksionis. Dengan sifat perfeksionis, seseorang akan memiliki karakter untuk selalu bertekad melakukan penyempuranaan atas proses yang telah dilakukan. Yang dimaksud dengan pengelolaan sifat perfeksionis dalam tulisan ini adalah bagaimana memitigasi resiko kekurangan sifat perfeksionis dan memaksimalkan kelebihannya.
Dalam teori manajemen, Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling menjadi pilar utama dalam membangun suatu organisasi
yang hebat. Dari penjelasan di atas, upaya ini merupakan bagian dari
pemaksimalan tahapan Actuating di
dalam kehidupan sehari-hari. Tiga aspek lain dari teori manajemen akan menjadi
pembahasan dalam artikel berikutnya.
Komentar
Posting Komentar
Test