Dalam kehidupan sehari-hari, seberapa familiar kita dengan istilah pencitraan? Pada era sebelumnya, Presiden kita sangat diidentikkan dengan tokoh yang penuh dengan pencitraan. Kemudian, apakah pencitraan memiliki konotasi dan pengimplementasian yang positif atau negatif?
Pencitraan sebenarnya merupakan upaya seseorang untuk mencitrakan dirinya di depan orang lain. Dalam proses mencitrakan tersebut, apa yang kita tampilkan bisa saja sesuai dengan karakter diri kita sebenarnya dan bisa juga bertentangan. Sesuatu yang sebagian besar orang idamkan adalah menjadi individu yang memiliki pencitraan baik dan apa yang dicitrakan tersebut merupakan hal yang sesuai dengan karakter yang dimiliki. Bagaimana jika karakter yang dimiliki sebenarnya tidak sebaik karakter yang ditampilkannya? Hal ini bisa dilihat dari 2 aspek yang didasarkan pada alasannya yaitu:
- Orang yang mencitrakan sesuatu yang lebih baik dari yang sebenarnya dengan tujuan untuk mendapat pujian dan pengakuan positif dari orang lain. Tak bisa dipungkiri ada sebagian orang yang haus akan pujian dan pengakuan positif dari orang lain. Agar hal itu bisa terwujud, ia sanggup melakukan apa saja termasuk berbohong dengan karakter yang ditampilkan.
- Orang yang mencitrakan sesuatu yang lebih baik dari karakter sebenarnya dengan tujuan untuk memperbaiki diri. Jika kita memiliki keinginan untuk menjadi orang baik, mungkin hal tersebut belum tentu dapat secara otomatis merubah secara otomatis karakter yang lama menjadi karakter baru yang lebih baik. Karena pada dasarnya, karakter dibentuk oleh suatu proses yang cukup panjang. Oleh karena itu, apabila merubah karakter paling mendalam masih mendapatkan kesulitan, maka langkah awal yang dapat kita lakukan adalah merubah tampilan luaran karakter yang terlihat. Dengan demikian diharapkan, perubahan dari tampilan luar perlahan-lahan dapat merubah karakter mendasar dari masing-masing individu untuk menjadi lebih baik.
Pada impelementasi lain, pencitraan juga dibutuhkan dengan memperhatikan relevansi dari representasi citra suatu posisi. Misalnya sebagai pemimpin suatu negara, maka seorang Presiden pun harus mampu menunjukkan citra yang penuh kewibawaan jika bertemu dengan pemimpin dari negara lain.
Dari penjelasan mengenai pencitraan di atas, salah satu dampak dari proses tersebut pada sebagian orang adalah munculnya ketidakjujuran seseorang untuk menampilkan dirinya yang sebenarnya. Pada beberapa waktu yang lalu, Paus Franciscus melakukan sesuatu yang menimbulkan kontroversi yaitu melakukan poto selfie dengan beberapa jemaat. Hal itu dianggap menurnkan citra dari seorang Paus yang agung. Padahal secara norma, hal itu tidak bertentangan dengan norma apapun. Selain itu, Presiden SBY merupakan salah satu Presien yang sering melakukan konfrensi pers dan menyampaikan keluh kesahnya di depan media. Tindakan ini sering mendapat sorotan karena Presiden dianggap sosok yang suka mengeluh.
Bagaimana orang-orang di atas menyikapi hal tersebut? Apakah perlu berbohong untuk jujur? Jika seseorang ingin menuliskan sesuatu yang sejujurnya dari dirinya namun hal tersebut tidak memungkinkan jika mempertimbangkan posisinya dalam masyarakat, maka akhirnya orang tersebut harus memalsukan identitasnya sebagai penulis agar memiliki keleluasaan dalam mencurahkan pikiran dan perasaannya.
Komentar
Posting Komentar
Test