Malam ini saya membaca salah satu
artikel di Majalah SWA mengenai ulasan buku yang berjudul “When Digital Becomes Human : The Transformation of Customer
Relationship” Karya Steven Val Belleghem. Buku ini menjelaskan mengenai integrasi
dari kemaujuan inovasi teknologi dengan kemampuan manusia sebagai brainware
untuk melakukan hal-hal yang tidak bisa dilakukan oleh teknologi itu sendiri.
Tapi mohon maaf, artikel ini tidak mengulas buku itu lebih lanjut. Dari ulasan
mengenai buku tersebut, saya mendapatkan informasi mengenai Majalah Fast Company yang menerbitkan daftar
perusahaan paling inovatif di dunia. Faktanya adalah bahwa dari waktu ke waktu,
model bank klasik menghilang di daftar Fast
Company. Saya menyimpulkan bahwa Industri Perbankan merupakan Industri yang
kalah cepat dalam melakukan inovasi dibandingkan dengan industri lainnya.
Sebagai orang yang bekerja di
Industri perbankan, saya cukup prihatin dengan kondisi di atas. Pada kesempatan
sebelumnya, saya pernah terinfokan bahwa perbankan memang cukup sulit dalam
melakukan inovasi karena sebagai perusahaan yang bergerak dibidang keuangan,
perbankan termasuk industri yang highly
regulated. Perbankan sangat diawasi dengan ketat oleh Insitutsi pemerintah
yang dalam hal ini melalui Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Regulasi yang disusun sedemikian rupa merupakan bagian dari upaya
pemerintah untuk melindungi uang yang dimiliki para nasabah. Selain itu,
sebagai nadi perekonomian suatu Negara, Perbankan memiliki pengaruh yang
signifikan jika di dalamnya terjadi wanprestasi.
Namun demikian, alasan-alasan
yang dijelaskan di atas tidak serta merta membuat saya turut mengaminkan
kebijakan-kebijakan yang menghambat inovasi suatu industri. Jika perbankan
memiliki produk-produk yang penuh dengan inovasi terbaru, maka seharusnya para
pengawas bisa menghasilkan regulasi yang tidak menghambat namun tetap
memberikan keamanan kepada para nasabah. Saat ini, Bank tidak hanya
berkompetisi dengan bank competitor
lainnya, tapi juga telah bersaing dengan industri lain. Salah satu penantang
perbankan adalah Lending Club. Lending Club menawarkan fasilitas kredit
di antara konsumen. Konsumen A bisa meminjamkan uangnya ke konsumen lainnya, B
misalnya, dengan Lending Club sebagai
fasilitatornya. Saat ini mereka hanya start
up, tapi tak jarang kita mendengar start
up company menumbangkan perusahaan besar.
Di Indonesia, perbankan khususnya
Perbankan Big Four, memiliki trend positif dengan segmen bisnisnya
masing-masing. Tapi apakah ini menjadi alasan untuk sedikit bersantai
menghadapi inovasi pasar?
Komentar
Posting Komentar
Test