Seumur hidup, gw baru pernah
ngebaca tuntas 2 Novel, pertama yaitu 5 cm dan novel kedua, gw sendiri pun lupa
judul dan tentang apa. Sebenarnya gw bukan termasuk orang yang doyan baca
novel, tapi gw ngerasain sendiri kalo ngebaca novel itu, lembar demi lembar
yang dibaca tidak terasa berat. Sehingga, tanpa terasa belasan bahkan puluhan
lembar telah terlewati. Dibandingkan dengan membaca bacaan ilmiah,
menyelesaikan 6 lembar aja harus menggunakan puluhan mood booster sebagai gimmick.
Itu pendapat gw sebagai orang yang gak terlalu suka ngebaca novel.
Beberapa hari yang lalu, gw
dipinjamin novel “Sabtu Bersama Bapak” karya Adhitya Mulya. Setelah beberapa
bulan jadi waiting list dari
teman-teman yang punya novel ini, akhirnya gw dapat kesempatan untuk
membacanya. Gw minjem novel ini karena penasaran dengan beberapa postingan
penggemar novel yang sering ngerekomendasikan untuk membacanya. Waktu pertama
membaca judulnya, novel ini terlihat seperti novel bertemakan keluarga lainnya,
sehingga tidak terlalu tertarik untuk membacanya. Namun lama-kelamaan, banyaknya
rekomendasi yang disampaikan bagaikan sugesti yang mempengaruhi alam bawah
sadar (hiperbola) untuk mencoba meminjam novel ini.
Novel “Sabtu Bersama Bapak”
menceritakan mengenai bagaimana seorang bapak yang sangat berupaya menjadi
pemimpin keluarga yang bertanggung jawab. Bentuk pertanggungjawaban sang bapak
tersebut bahkan tidak mampu dibatasi oleh kehidupannya sendiri. Baru beberapa
tahun membina hubungan pernikahan, sang bapak harus meninggalkan istri dan
kedua anaknya yang masih kecil karena mengalami sakit kanker. Bimbingan sang
ayah ternyata sangat bermanfaat bagi kedua anaknya sejak mereka kecil hingga
mereka Dewasa. Si anak Sulung yang telah berkeluarga dan juga memiliki 2 orang
anak, harus belajar dari si Bapak untuk menjadi pemimpin keluarga. Sementara
itu, si bungsu yang belum menikah, cakra, juga mengikuti jejak si sulung untuk
mendapatkan pencerahan dari si bapak.
Komentar
Posting Komentar
Test