Salah satu yang gw syukuri saat
ini adalah, gw sekarang lagi berada pada lingkungan yang selalu maksa gw untuk
membaca. Walaupun malesin banget sih kalo tiap weekend, setumpuk file dan buku (kalo zaman dulu, sebelum zaman
serba gadget, mungkin hanya ada istilah setumpuk buku) sudah menanti untuk
dibuka dan dibaca satu per satu. Dari sekian banyak jenis bacaan yang harus
dibaca, dari yang paling membosankan sampai yang menarik, dari yang paling
gampang dimengerti sampai yang harus garuk-garuk kepala untuk bisa tau maksud
isinya, dari yang cuma belasan lembar sampai ratusan lembar, yang paling awal
gw baca adalah tentu Novel. He3.
Sebenarnya baca novel merupakan
hal baru dalam aktivitas membaca gw. Saking barunya ikutan baca novel, gw bisa
nulisin dan hafal judul novel yang sudah gw baca. Novel Antalogi Rasa karya Ika
Natassa ini jadi novel ketujuh alias teranyar yang gw baca. Dari sedikit novel
yang gw baca itu, sebagian besar diantaranya adalah novel-novel cinta, cinta
segiempat, segitiga, segi tak berbentuk, dan segi-segi lainnya. Sebenarnya
malas juga sih kalo semua novelnya bertemakan The Other Diversification of Romeo and Juliet.
Cuma yah seperti
itulah kalo rekomendasi novel berasal dari teman-teman kerja yang didominasi
oleh kaum hawa ini. Tapi dengan membaca novel ini, setidaknya kehidupan gw
sedikit lebih berwarna lah dibandingkan dengan kekakuan gw yang harus dan/atau
hanya sering baca setumpuk jurnal dari kampus, buku-buku management yang
ditugasin bos untuk selesai dibaca dan direview,
majalah bisnis, dan buku-buku pengembangan diri dari teman-temannya bapak “Salam
Super, itu”. Belum lagi termasuk tadi malam gw yang mulai baca-baca tulisan penelitian
kesehatan untuk kemudian dihubungkan dengan produk madu yang pengen dijual.
Gw sih berharap, rutinitas yang
terpaksa hampir menjadi kewajiban ini bisa menjadi habit gw seterusnya. Termasuk membaca bacaan yang semembosankan
jurnal ilmiah dari kampus gw. Karena, dengan mencoba mencerna isi dari bacaan
tersebut, gw harus ekstra menguras otak. Tujuannya sih, supaya otak biasa
dipake mikir dan akhirnya otak gw gak makin tumpul seiring bertambahnya usia,
serta gak pikun waktu sudah usia 60an. Kan gak lucu juga waktu
penelitian-penelitian menunjukkan usia harapan hidup orang Indonesia sudah
meningkat menjadi 70 tahun, sementara yang hidup itu cuma fisiknya doang, tapi
otaknya sudah kayak prosesor intel Pentium 2 yang lagi ngoperasiin autocad
2015.
Baca bacaan yang berat dan ringan
itu kayak ngebandingin waktu nonton film Inception
dengan FTV SCTV. Kalo lagi males banget mikir, gw lebih senang nonton FTV yang
ada di SCTV sih. He3. Tapi tetap gak seekstrim harus nonton sinetron yang
cerita pemeran utamanya jatuh dan kemudian hilang ingatan, pemeran utama yang
sudah mati dan tiba-tiba muncul orang baru dengan wajah yang sama, pemeran
utama yang dijahatin ibu tiri dan lain-lainnya (hafal jalan cerita ini
gara-gara sering nemenin nyokap nonton sinetron).
Dari semua aktivitas di atas yang
tidak lebih menyenangkan dibandingkan dengan nonton final liga champions 2015,
motogp seri Qatar 2015, dan baca review
singkatnya di detiksport.com atau kompas.com, semuanya masih berada pada jalan
yang mengarah pada tujuan yang baik meskipun jalannya sendiri masih belum
diaspal dan masih pada kondisi jalan yang berbatu, berkerikil, dan becek.
Komentar
Posting Komentar
Test