Langsung ke konten utama

Membangun Budaya Inovasi - Part I

Untuk mengimbangi laju perubahan di dunia ini, topik inovasi menjadi sesuatu yang sangat penting. Dalam ilmu manajemen, inovasi merupakan salah satu variabel besar yang masih terlalu general untuk digunakan dalam membangun model penelitian. Pembahasan mengenai inovasi pun harus dispesifikasikan lebih detil lagi misalnya dalam product innovation, process Innovation, open innovation, dan lain-lain.

Kembali membumi ke dalam praktik sehari-hari, perusahaan sering mulai memprioritaskan inovasi sebagai bagian penting agar dapat sustain mengikuti perkembangan zaman. Bukan hal yang baru ketika kita melihat review majalah-majalah bisnis dan mengetahui bahwa beberapa perusahaan besar mulai berjatuhan jika mereka hanya menyandarkan proses bisnisnya pada tangible asset yang dimiliki dan belum terlalu memprioritaskan proses inovasi dalam business modelnya. Dengan memperhatikan pentingnya inovasi itu sendiri, pertanyaan selanjutnya yang muncul adalah mengenai seberapa besar keinginan kita untuk menumbuhkan kemampuan berinovasi tersebut.


Beberapa perusahaan saat ini mulai lebih sering terlihat pada pelaksanaan lomba inovasi dll baik dilakukan secara internal maupun yang melibatkan pihak eksternal. Apakah ini merupakan cara yang efektif? Sebenarnya masih cukup sulit untuk menentukan indikator dalam mengukur efektivitas suatu budaya inovasi. Namun demikian, setidaknya ini merupakan tahap awal bagi suatu perusahaan untuk membangun awareness mengenai urgensi dari suatu inovasi. Menurut gw pribadi, inovasi yang telah diwujudkan dalam output suatu perlombaan merupakan bagian akhir dari upaya membangun budaya inovasi itu sendiri.

Sebelum melanjutkan pembahasan, tentu kita telah mengetahui bahwa inovasi akan beririsan dengan kreativitas. Perbedaan keduanya adalah terletak pada nilai ekonomis yang dihasilkan. Inovasi merupakan kreativitas yang telah diproses sehingga memiliki nilai ekonomis.

Inovasi atau kreativitas sebenarnya hal yang sudah berkaitan erat dengan bagaimana seseorang melihat sesuatu dengan cara yang berbeda. Jika ditelusuri dari pepatah nenek moyang kita, sebenarnya setiap manusia itu sudah terlahir unik dan gw yakin keunikan itu akan berujung dengan cara pandang yang berbeda. “Rambut sama hitam, darah sama merah, tapi pemikiran, belum tentu sama”. Yuppp… I am definitely deal with it.

Apa yang terjadi kemudian adalah keunikan yang kita bawa sejak lahir mulai dipangkas oleh standarisasi yang dilakukan oleh lingkungan. Hal yang sederhana muncul mulai dari lingkungan terkecil adalah bahwa jika kita ingin sukses maka kita harus menyelesaikan sekolah yang tinggi dengan baik. Apakah ini salah? Gak. Tapi hal ini sering kali mulai membangun cara pandang bahwa sekolah menjadi media yang terbaik sehingga cara selain sekolah menjadi kurang populer. Contoh lainnya adalah beberapa lingkungan sekolah masih sering kurang membuka wawasan siswanya dalam melihat cita-cita yang tinggi. Seringkali terbangun konsep bahwa cita-cita yang prestisius itu diantaranya hanya terbatas pada dokter, pilot, dan lain-lain.

Beranjak dari lingkungan sekolah menuju usia yang lebih dewasa, masih ada beberapa dari kita yang belum menghargai perbedaan itu sendiri. Gw sendiri termasuk salah satu yang harus mulai belajar menerima perbedaan. Contoh sederhana adalah dari pengalaman gw ketika memantau miniatur masyarakat yang besar melalui social media, maka akan terlihat beberapa orang yang terlihat anomaly (anomali juga tentu hal yang subjektif). Misalnya dilingkungan kerja seperti ini, masih ada orang yang masih menggunakan nama sosial medianya dengan nama-nama alay, cowo yang suka ngepost poto-poto selfienya, atau masih terasa aneh ketika melihat cowo ngefans banget sama artist korea. Dengan menyadari pentingnya perbedaan dalam membangun kreativitas melalui hal-hal sederhana, akhirnya gw mulai belajar menerima ini. Pada akhirnya gw berfikir, perpaduan lingkungan dewasa digabungkan dengan beberapa pemikiran anak-anak alay mungkin akan menghasilkan cara pandang yang baru.

Selain dari lingkungan sebagai faktor eksternal, hambatan dalam berinovasi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dalam diri sendiri. Jika kita menjalani masa sekolah atau perkuliahan, sering kali kita belum terlalu percaya diri dengan cara pandang kita dalam mengerjakan sesuatu. Contoh sederhana adalah ketika kita mengerjakan tugas yang diberikan oleh pengajar, sering kali kita masih ragu apakah tugas yang kita kerjakan akan sesuai dengan keinginan pengajar. Berbeda dengan ilmu eksak yang identik dengan cara-cara yang sudah jelas rumus, aturan, maupun ketentuan lainnya, tugas-tugas ilmu sosial tentu lebih fleksibel dalam pengerjaannya. Kondisinya adalah ketika kita mendapatkan tugas dari pengajar, maka kita belum mengerjakan apa-apa ketika sebelum melihat contoh pengerjaan tugas tersebut oleh seseorang yang kita anggap lebih pintar. Pada akhirnya, cara berfikir kita terhadap tugas tersebut akan secara tidak langsung terbatasi oleh framework cara pandang orang lain. Ketika teman kita mengerjakan dengan pola A, B, C, D maka berikutnya kita akan mencoba mengerjakan dengan cara yang berbeda, yaitu dengan pola E, F, G, H. Meskipun berbeda, tapi sebenarnya kita telah terjebak dalam framework alphabet dari teman kita tersebut. Padahal tugas tersebut masih memungkinkan dikerjakan dalam pola berbeda misalnya dengan pola numeric, 1, 2, 3, 4.


Dengan memperhatikan penjelasan di atas, upaya mempertahankan cara pandang yang berbeda merupakan awal yang penting untuk menanamkan bibit pemikiran kreatif setiap individu. Namun demikian, apakah terdapat dampak negatif dari upaya ini? Akan dibahas pada artikel berikutnya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Inside & Outside the Box

Apakah lu pernah jadi saksi atau pelaku dari suatu pemecahan masalah dengan cara berfikir baru dan berbeda dari pada umumnya? Apakah lu berfikir ini merupakan salah satu contoh pemikiran " Think Outside The Box" ? Jika lu menjawab pertanyaan kedua dengan "Ya", berarti kita teammate yang perlu membaca buku Inside The Box karya Drew Boyd & Jacob Goldenberg". Setelah gw membaca buku tersebut, sepertinya gw harus melakukan redefinisi tentang " Think Outside the Box ". Konsep Think Outside the Box sepertinya merupakan tagline dari aktivitas apapun yang akan mengarah pada bagaimana kita akan berfikir secara lebih kreatif. Pada buku ini, ia menjelaskan bahwa untuk meningkatkan kreativitas, maka melatih berfikir Inside the Box dapat menjadi salah satu cara yang sangat efektif. Selain itu akan dijelaskan mengenai perbedaan antara Think Outside the Box dibandingkan Inside the Box. Dengan kombinasi penulis yang berasal dari background berbeda, akadem...

"Mengapa Pria Tidak Bisa Mendengar dan Wanita Tidak Bisa Membaca Peta?"

Dari sejumlah pahlawan yang ada di Indonesia, pada tanggal 21 April kita akan menjadi lebih sering mendengarkan kisah "Kepahlawanan" Wanita dalam berbagai hal, misalnya keberhasilan Ibu Risma dalam memimpin Kota Surabaya, keberhasilan Ima Matul Maisaroh yang menjadi anggota Dewan Penasehat Presiden Obama, keberhasilan Merry Riana sebagai motivator internasional, dan sebagainya. Cerita keberhasilan ini kemudian akan merujuk pada pahlawan wanita Indonesia yaitu RA Kartini. Beliau dianggap pahlawan yang memperjuangkan hak wanita hingga untuk mendapatkan pendidikan yang layak sebagaimana yang didapatkan kaum pria. Di era gadget telah menjadi alat yang efektif untuk membuat anak kecil berhenti menangis, perjuangan terhadap hak wanita diwujudkan dalam perjuangan mendapatkan persamaan gender. Tak mengherankkan sampai isu seksis ini merambah dunia politik dimana terdapat usulan untuk memberikan kuota jumlah anggota DPR dengan jenis kelamin wanita. Usulan ini diharapkan agar angg...

GE’s Jeff Immelt: The Voyage From MBA to CEO

Latar Belakang GE dirintis sejak tahun 1878 oleh Thomas Alva Edison yang dikagumi karena kejeniusannya sebagai penemu. Namun tak banyak yang mengetahui kepiawaiannya sebagai pionir di bidang usaha. Dengan menyelaraskan berbagai usaha untuk membawa suatu inovasi ke pasar, dia merintis jalur bagi GE sekarang. Saat ini, GE termasuk perusahaan yang memiliki diversivikasi bisnis dengan performa yang sangat gemilang sehingga perusahaan ini juga termasuk dalam the world’s leading diversified corporations. Sedangkan untuk jabatan di dalamnya, posisi CEO GE seringkali dianggap sebagai world’s most elite leadership position . Salah satu pemimpin tersukses yang dimiliki oleh GE adalah Jack Welch. Karena kesuksesan yang dimiliki, Pada tahun 1999 Jack Welch dinamakan sebagai “Manajer Abad ini” oleh majalah Fortune. Pada tahun 2000, Jack Welch mengumumkan pengunduran dirinya sebagai CEO GE. Dengan pengunduran diri tersebut, maka diperlukan adanya CEO baru yang dapat memimpin GE dengan lebih...