Fuh.. fuh.. fuh.. *niupin debu-debu yang nyangkut diblog karena sudah sebulan lebih gak diapa-apain.
Sebenarnya sih tekad tulus gw adalah pengen benar-benar ngerampungin thesis gw dulu baru mulai nyampah lagi di blog ini. Tapi apalah daya, disaat gw sudah berusaha semaksimal mungkin untuk nyelesaikannya, dosen pembimbing tercinta gw lagi sibuk meriksa hasil semesteran mahasiswa-mahasiswa yang lain. Sudah hampir 10 hari sejak gw submit terakhir, belum ada feedback yang diberikan. Lama gak sih 10 hari itu? Untuk kalian yang punya waktu unlimited dalam ngerjai tugas, itu mah bentar banget. Tapi bagi gw yang deadline pengumpulan thesisnya sudah lewat 2 minggu yang lalu dan saat ini masih berharap kebaikan hati staff akademik untuk nerima thesis ini, waktu 10 hari itu bagaikan libur kuliah semester genap ditambah dengan libur puasa anak sekolah plus cuti melahirkannya orang yang bekerja. (Iya, gw memang lebay orangnya).
Hari ini lumayan, gw bisa ngeloyor dikit dari kantor ke bogor, karena ada kegiatan dari Kemnaker mengenai tindaklanjut nawacita pak presiden dalam menciptakan 10 Juta kesempatan kerja. Sedikit nyampaikan unek-unek tentang kegiatan ini, gw tu masih belum mengerti pertimbangan panitia dalam menyelenggarakan acara ini. Jika ditotal seluruh agenda kegiatan yang benar-benar berkaitan dengan materi ini, totalnya cuma 5,5 Jam. But, do you know, they make it in two days, dan nginep dihotel. Contoh acara selingannya adalah siap2 check in, durasi waktu 2,5 Jam (matek). Jadi acaranya dimulai dari hari ini jam 12, dan selesai besok jam 12 juga. Bagi orang-orang yang sudah terkena internalisasi budaya efisiensi alias pelit dari perusahaan, gw bakal kebayang bahwa pimpinan kantor sudah pasti mencak-mencak gak karuan liat rundown acara kayak gini. Apa mungkin gw nya aja yang sudah terbiasa diperas secara tidak manusiawi sehingga merasa aneh kalo diperlakukan secara manusiawi kayak gini? Entah diposisi mana persepsi otak ini sekarang berada.
Ngemeng-ngemeng lagi soal program ini (ini beneran, bukan kritik), gw bisa melihatnya dengan sudut pandang yang positif (Tsahhh). Sebelum gw lanjutin, gw deskripsikan sedikit mengenai nawacita ini. Sebenarnya Kemnaker itu pengen tau bahwa sejak Jokowi memimpin Negeri yang indah ini, berapa banyak penyerapan tenaga kerja yang dilakukan oleh BUMN. Proses monitoring itu coba dilakukan secara lebih komprehensif melalui aplikasi yang telah dibuat. Itu sebabnya, peserta kegiatan hari ini adalah seluruh BUMN yang ada di Indonesia.
Menurut gw, memposisikan BUMN pada posisi yang seharusnya itu merupakan sesuatu yang sangat sulit. Karena perusahaan akan dituntut untuk dapat mengambil nilai maksimal dari kombinasi 2 hal yaitu, keuntungan dan pengabdian. Jika merujuk pada aset BUMN yang total nya mencapai 4.500 Triliun rupiah, maka harusnya BUMN bisa menjadi penggerak utama perekomian di Indonesia. Tapi kenyataannya, hanya beberapa industri yang bisa mencatatkan kontribusi sesuai yang diharapkan, diantaranya adalah Industri perbankan dan Komunikasi. Beberapa diantaranya masih menjadi beban negara dengan masih mengharapkan subsidi yang diberikan. Sedangkan jika merujuk pada dimensi yang pertama yaitu keuntungan, maka upaya pencapaian keuntungan berpotensi bakal mengurangi peran BUMN dalam memberikan kontribusi langsung kepada masyarakat. Jika ada yang berpendapat, mendapatkan keuntungan dan mengabdi bisa jalan beriringan tanpa saling meniadakan, gw sih sepakat, tapi itu susah banget (harusnya gw optimis yah).
Dalam hal nawacita ini, harusnya BUMN mulai dijejali lagi mengenai mindset-mindset pentingnya melakukan penyerapan tenaga kerja dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. PR utama yang harus dipikirkan BUMN adalah bagaimana melakukan penyerapan tenaga kerja yang massive dan membuat semua tenaga kerja tersebut menjadi sangat produktif (Ya karena PR itu gw masih dibayar perusahaan untuk bekerja di bagian HR Strategy). Khusus untuk Industri perbankan, hal ini bisa menjadi lebih mudah (beberapa perusahaan mengatakan industri perbankan manja) karena ketentuan mengenai anggaran pengembangan pegawai pun di atur dalam undang-undang. Kebayang dengan industri lain yang kurang memiliki awareness yang tinggi terhadap pentingnya pengembangan tenaga kerja agar dapat menjadi lebih produktif. Masih ada loh beberapa BUMN yang kurang peduli dengan peningkatan kapabilitas tenaga kerja. Padahal ini menjadi salah satu sumber utama penyerapan tenaga kerja akan menjadi suatu blunder.
Ywdah, kedepannya, mudah-mudahan upaya penyerapan tenaga kerja ini menjadi suatu yang dapat berkontribusi positif dalam meningkatkan pendapatan masyarakat yang berdampak pada peningkatan daya beli, PDB, pergeseran segmentasi Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju, dll.
(Kayaknya judul dan walpapernya gak sesuai deh sama isinya) *sigh
Komentar
Posting Komentar
Test